Menyebut kata jurnalistik, orang pasti akan mengarah pada pers, wartawan, koran, majalah, atau bentuk media lainnya. Tidak salah tentunya, karena semua itu memang merupakan bagian dari produk juranalistik era modern.
Tetapi tentu kita tidak mungkin membayangkan bahwa produk-produk jurnalistik semacam itu ada dan terwujud dalam seketika. Semuanya sudah barang tentu memerlukan proses. Lantas kapan asal mulanya jurnalistik lahir?
Secara pastinya tidak ada yang tahu. Wacana yang berkembang baik di Indonesia maupun di dunia selama ini hanyalah perkiraan semata, berdasarkan fakta-fakta sejarah yang selama ini ditemukan. Tetapi bisa saja cikal bakal jurnalistik itu sejatinya sudah ada lebih awal dari itu.
Sebagian kalangan mengaitkan lahirnya jurnalistik dengan peristiwa yang terjadi pada jaman Nabi Nuh. Bagi kalangan umat Islam, khususnya, mungkin sudah akrab dengan cerita tentang Nabi Nuh. Kala itu, di saat musim kering kerontang, Nabi Nuh memerintahkan umatnya membuat kapal berukuran besar. Ini dilakukannya atas perintah Allah.
Tentu saja tindakan ini menjadi cemoohan orang, terutama bagi non pengikutnya. Singkat cerita, setelah kapal itu selesai dibuat, ternyata turun hujan lebat yang mengakibatkan banjir besar. Dalam waktu sekejab, semua daratan berubah menjadi lautan. Entah berapa orang yang meninggal akibat banjir ini. Yang pasti Nabi Nuh beserta keluarga dan seluruh pengikutnya selamat karena kapal yang semula menjadi bahan tertawaan itu.
Banjir besar ini ternyata berlangsung cukup lama. Perbekalan yang diangkut ke dalam kapal pun tak mencukupi kebutuhan, sehingga bahaya kelaparan mulai mengancam. Dalam situasi darurat ini, Nabi Nuh menugaskan seekor burung dara ke luar kapal untuk mengetahui keadaan air dan kemungkinan adanya makanan.
Setelah beberapa hari keliling beterbangan, sang burung dara tak juga menemukan makanan. Baru belakangan sang dara melihat daun dan ranting pohon zaitun (olif) menyembul dari permukaan air. Ranting itu kemudian dipatuknya dan kemudian kembali ke kapal. Setelah menerima ranting dari sang burung, Nabi Nuh berkesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, meskipun ketinggian air masih menyelimuti seluruh permukaan daratan.
Nah, cara Nabi Nuh menggali informasi dengan menggunakan burung dara itu dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk cikal bakal aktivitas jurnalistik di dunia. Sang burung dara sebagai reporter, dan kapal Nabi Nuh sebagai markas alias kantor beritanya.
Sedangkan sebagian kalangan lainnya tak sependapat. Bagi kelompok ini, cikal bakal jurnalisme lahir pada jaman Romawi Kuno. Alasannya sistem pelaporan yang terjadi pada era kaisar Julius Caesar itu terjadi lebih nyata. Pada saat itu, sekitar tahun 60 SM, Julius Caesar membuat apa yang disebut ‘Acta Diurna’ untuk menyampaikan pengumuman kepada rakyatnya. ‘Acta Diurna’ itu yang dipasang di Forum Romanum (Stadiun Romawi) itu memuat hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya.
Pengumuman tertulis ini bebas dibaca, dikutip dan disebaurkan oleh siapa saja dan kepada siapa saja. Atas dasar inilah sebagian besar kalangan menganggap era Julius Caesar sebagai awal kelahiran jurnalisme.
Jurnalitik sendiri berasal dari kata “Journal” atau “Du jour” yang berarti hari, di mana segala berita atau warta yang terjadi dalam sehari itu dimuat dalam lembar tulisan. Seiring dengan perkembangan teknologi dengan adanya penemuan kertas dan mesin cetak, maka lahirlah surat kabar. Demikian seterusnya, ketika media elektronik ditemukan, maka penyampaian berita juga dilakukan melalui radio dan selanjutnya juga televisi.
Kini, perkembangan jurnalistik sudah sedemikian pesat. Media penyevaran berita sudah semakin beraneka ragam. Nyaris semua sarana teknologi komunikasi telah menjadi media penyampaian berita.
Selengkapnya...
22.3.11
20.3.11
Sejarah Jurnalisme Indonesia
Bicara jurnalisme Indonesia tidak mungkin bisa dipisahkan dengan bangsa Barat. Mengapa? Karena dikenalnya pers di bumi pertiwi memang bermula dari hadirnya kaum kolonialis.
Itu kalau bicara soal jurnalisme dalam perspektif modern. Tetapi kalau dalam pengertian tradisional yang memaknai jurnalistik sebagai semua kegiatan dalam menyampaikan informasi, maka jurnalisme tentunya sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan Hindu. Saat itu pemasangan pengumuman-pengumuman dari kerajaan sudah dilakukan secara tertulis dan terbuka. Tetapi kapan pastinya hal ini terjadi, sampai saat ini belum ada penelitian yang menyebutkan.
Ketika bicara sejarah jurnalisme di tanah air, kebanyakan orang selalu memandang jurnalisme dalam pemahaman modern, yakni karya pers berupa media massa. Nah, mengenai hal ini pun juga masih memunculkan perdebatan, kapan sebenarnya pers Indonesia mulai ada.
Sebagian besar pengamat berpendapat lahirnya pers Indonesia bermula dari hadirnya surat kabar Bataviasche Nouvelles, yang terbit 1744-1746, di kota Batavia, Pulau Jawa. Bataviasche Nouvelles dianggap sebagai suratkabar pertama yang terbit di Pulau Jawa zaman Hindia Belanda.
Namun banyak yang tak sependapat. Kelompok yang tak sependapat ini beralasan bahwa Bataviasche Nouvelles bukanlah pers Indonesia karena dibuat dan juga berbahasa asing, yakni Belanda. Bagi mereka, untuk lihat kelahiran pers Indonesia harus berpatokan pada media-media yang berbahasa Melayu atau pribumi. Pada 1850-an sudah ada surat kabar berbahasa Melayu terbit di Jawa, Sumatra dan pulau lain. Pemiliknya, termasuk wartawan Tionghoa Peranakan.
Beberapa orang lagi, terutama novelis Pramoedya Ananta Toer, berpendapat pers Indonesia dimulai oleh Medan Prijaji, terbitan Bandung pada Januari 1907. Ada juga yang berpendapat pers Indonesia mulai sejak Republik Indonesia ada. Artinya, pers Indonesia ini ya termasuk semua yang terbit, atau sudah terbit, pada Agustus 1945, di seluruh wilayah Indonesia. Namun wilayah Indonesia pada 1945 de factohanya Jawa dan Sumatra. Saat itu Belanda praktis menguasai pulau-pulau lain. Bahkan sesudah perjanjian Linggarjati, wilayah Indonesia malah menciut cuma Jogyakarta dan beberapa tempat lain di Pulau Jawa.
Tetapi okelah sebaiknya kita lupakan saja perdebatan itu. Melanjutkan perdebatan tidak lah ada selesainya, karena semua punya alasan masing-masing yang tidak mungkin bisa ketemu. Mungkin lebih baik kita batasi pembahasan pada persuratkabaran di tanah air saja, sehingga tidak terlalu penting apakah itu produk asing ataukah pribumi.
Menurut Dr De Haan dalam bukunya “Oud Batavia” (G. Kolf Batavia 1923), surat kabar di Batavia sudah terbit sejak abad ke-17. Katanya, pada tahun 1676 telah terbit sebuah berita berkala bernama Kort Bericht Eropa (berita singkat dari Eropa) di Batavia. Berita berkala ini memuat berbagai berita dari Polandia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Denmark. Perintis dan pencetaknya adalah Abraham Van den Eede pada tahun 1676.
Setelah itu terbit pula Bataviase Nouvelles pada Oktober 1744. Menyusul kemudian pada 23 Mei 1780 lahir Vendu Nieuws. Sedangkan Bataviasche Koloniale Courant tercatat sebagai surat kabar pertama yang terbit di Batavia tahun 1810.
Di kawasan Eropa, dunia pers memang sudah tumbuh sejak abad ke-17. Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutu pemberitaannya, surat kabar dan majalah sudah merupakan kebutuhan masyarakat dkala itu. Bahkan, para pengusaha di masa itu telah meramalkan bahwa dunia pers mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan berkala dan surat kabar di Batavia.
Kendati demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar untuk memperoleh keuntungan uang. Namun, mereka telah menyadari bahwa media masa di samping sebagai alat penyampai berita kepada para pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu, dan rakyat pada umumnya. Apalagi, orang Belanda yang selalu mengutamakan betapa pentingnya arti dokumentasi, segala hal ihwal dan kabar berita yang terjadi di negeri leluhurnya maupun di negeri jajahannya, selalu disimpan untuk berbagai keperluan.
Dengan kata lain media masa di masa itu telah dipandang sebagai alat pencatat atau pendokumentasian segala peristiwa yang terjadi di negeri kita yang amat perlu diketahui oleh pemerintah pusat di Nederland maupun di Nederlandsch Indie serta orang-orang Belanda pada umumnya. Dan apabila kita membuka kembali arsip majalah dan persuratkabaran yang terbit di Indonesia antara awal abad 20 sampai masuknya Tentara Jepang, bisa kita diketahui bahwa betapa cermatnya orang Belanda dalam pendokumentasian ini.
Dalam majalah Indie, Nedelandch Indie Oud en Nieuw, Kromo Blanda, Djawa, berbagai Verslagen (Laporan) dan masih banyak lagi, telah memuat aneka berita dari mulai politik, ekonomi, sosial, sejarah, kebudayaan, seni tradisional (musik, seni rupa, sastra, bangunan, percandian, dan lain-lain) serta seribu satu macam peristiwa penting lainnya yang terjadi di negeri kita.
Pers Kaum Pribumi
Sampai akhir abad ke-19, koran atau berkala yang terbit di Batavia hanya memakai bahasa Belanda. Dan para pembacanya tentu saja masyarakat yang mengerti bahasa tersebut. Karena surat kabar di masa itu diatur pihak Binnenland Bestuur (penguasa dalam negeri), kabar beritanya boleh dikata kurang seru dan “kering”. Yang diberitakan cuma hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitas pemerintah yang monoton, kehidupan para raja, dan sultan di Jawa, sampai berita ekonomi dan kriminal.
Namun memasuki abad 20, tepatnya di tahun 1903, koran mulai menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan masyarakat mulai diberitakan. Parada Harahap, tokoh pers terkemuka, dalam bukunya “Kedudukan Pers Dalam Masjarakat” (1951) menulis, bahwa zaman menghangatnya koran ini, akibat dari adanya dicentralisatie wetgeving (aturan yang dipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar di kawasan Hindia Belanda menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada para petinggi pemerintah, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya.
Kritik semacam itu biasanya dilontarkan pada sidang-sidang umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah. Kritik dan koreksi ini kemudian dimuat di berbagai surat kabar dalam ruangan Verslaag (Laporan) agar diketahui masyarakat. Berita-berita Verslaag ini tentu saja menjadi “santapan empuk” bagi para wartawan. Berita itu kemudian telah mereka bumbui dan didramatisasi sedemikian rupa sehingga jadilah suatu berita sensasi yang menggegerkan. Namun, cara membumbui berita Verslaag semacam ini, lama-kelamaan menjadi hal biasa. Bahkan, cara-cara demikian akhirnya disukai oleh para pengelolanya karena bisa mendatangkan keuntungan dan berita sensasi memang disukai pembacanya.
Para petinggi pemerintah yang kena kritik juga tidak merasa jatuh martabatnya. Bahkan, ada yang mengubah sikapnya dan membuat kebijaksanaan baru yang menguntungkan penduduk. Keberanian menyatakan saran dan kritik ini akhirnya menular ke masyarakat. Tidak sedikit koran yang menyajikan ruangan surat pembaca yang menampung “curhat” tentang berbagai hal dari para pembacanya. Bahkan, setelah dibentuknya Volksraad (DPR buatan Belanda) pada tahun 1916, kritik yang menyerempet soal politik mulai marak.
Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya “Medan Prijaji” pada tahun 1903, sebuah surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R. M. Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Dia boleh dikata merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan
Sikapnya ini telah memengaruhi surat kabar bangsa pribumi yang terbit sesudah itu. Hal ini terbukti dari keberanian dia menulis kalimat yang tertera di bawah judul koran tersebut, Orgaan bagi bangsa jang terperintah di Hindia Olanda tempat membuka suaranja. Kata terperintah di atas konon telah membuka mata masyarakat, bahwa bangsa pribumi adalah bangsa yang dijajah. Boleh jadi Tuan Tirto terinspirasi oleh kebebasan berbicara para pembesar pemerintah tersebut di atas. Rupanya dia berpendapat, bahwa yang bebas buka suara bukan beliau-beliau saja, namun juga rakyat jelata alias kaum pribumi.
Hadirnya Medan Prijaji telah disambut hangat oleh bangsa kita, terutama kaum pergerakan yang mendambakan kebebasan mengeluarkan pendapat. Buktinya tidak lama kemudian Tjokroaminoto dari “Sarikat Islam” telah menerbitkan harian Oetoesan Hindia. Nama Samaun (golongan kiri) muncul dengan korannya yang namanya cukup revolusioner yakni Api, Halilintar dan Nyala. Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara juga telah mengeluarkan koran dengan nama yang tidak kalah galaknya, yakni Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak. Sementara itu di Padangsidempuan, Parada Harahap membuat harian Benih Merdeka dan Sinar Merdeka pada tahun 1918 dan 1922. Dan, Bung Karno pun tidak ketinggalan pula telah memimpin harian Suara Rakyat Indonesia dan Sinar Merdeka di tahun 1926. Tercatat pula nama harian Sinar Hindia yang kemudian diganti menjadi Sinar Indonesia.
Selengkapnya...
Itu kalau bicara soal jurnalisme dalam perspektif modern. Tetapi kalau dalam pengertian tradisional yang memaknai jurnalistik sebagai semua kegiatan dalam menyampaikan informasi, maka jurnalisme tentunya sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan Hindu. Saat itu pemasangan pengumuman-pengumuman dari kerajaan sudah dilakukan secara tertulis dan terbuka. Tetapi kapan pastinya hal ini terjadi, sampai saat ini belum ada penelitian yang menyebutkan.
Ketika bicara sejarah jurnalisme di tanah air, kebanyakan orang selalu memandang jurnalisme dalam pemahaman modern, yakni karya pers berupa media massa. Nah, mengenai hal ini pun juga masih memunculkan perdebatan, kapan sebenarnya pers Indonesia mulai ada.
Sebagian besar pengamat berpendapat lahirnya pers Indonesia bermula dari hadirnya surat kabar Bataviasche Nouvelles, yang terbit 1744-1746, di kota Batavia, Pulau Jawa. Bataviasche Nouvelles dianggap sebagai suratkabar pertama yang terbit di Pulau Jawa zaman Hindia Belanda.
Namun banyak yang tak sependapat. Kelompok yang tak sependapat ini beralasan bahwa Bataviasche Nouvelles bukanlah pers Indonesia karena dibuat dan juga berbahasa asing, yakni Belanda. Bagi mereka, untuk lihat kelahiran pers Indonesia harus berpatokan pada media-media yang berbahasa Melayu atau pribumi. Pada 1850-an sudah ada surat kabar berbahasa Melayu terbit di Jawa, Sumatra dan pulau lain. Pemiliknya, termasuk wartawan Tionghoa Peranakan.
Beberapa orang lagi, terutama novelis Pramoedya Ananta Toer, berpendapat pers Indonesia dimulai oleh Medan Prijaji, terbitan Bandung pada Januari 1907. Ada juga yang berpendapat pers Indonesia mulai sejak Republik Indonesia ada. Artinya, pers Indonesia ini ya termasuk semua yang terbit, atau sudah terbit, pada Agustus 1945, di seluruh wilayah Indonesia. Namun wilayah Indonesia pada 1945 de factohanya Jawa dan Sumatra. Saat itu Belanda praktis menguasai pulau-pulau lain. Bahkan sesudah perjanjian Linggarjati, wilayah Indonesia malah menciut cuma Jogyakarta dan beberapa tempat lain di Pulau Jawa.
Tetapi okelah sebaiknya kita lupakan saja perdebatan itu. Melanjutkan perdebatan tidak lah ada selesainya, karena semua punya alasan masing-masing yang tidak mungkin bisa ketemu. Mungkin lebih baik kita batasi pembahasan pada persuratkabaran di tanah air saja, sehingga tidak terlalu penting apakah itu produk asing ataukah pribumi.
Menurut Dr De Haan dalam bukunya “Oud Batavia” (G. Kolf Batavia 1923), surat kabar di Batavia sudah terbit sejak abad ke-17. Katanya, pada tahun 1676 telah terbit sebuah berita berkala bernama Kort Bericht Eropa (berita singkat dari Eropa) di Batavia. Berita berkala ini memuat berbagai berita dari Polandia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Denmark. Perintis dan pencetaknya adalah Abraham Van den Eede pada tahun 1676.
Setelah itu terbit pula Bataviase Nouvelles pada Oktober 1744. Menyusul kemudian pada 23 Mei 1780 lahir Vendu Nieuws. Sedangkan Bataviasche Koloniale Courant tercatat sebagai surat kabar pertama yang terbit di Batavia tahun 1810.
Di kawasan Eropa, dunia pers memang sudah tumbuh sejak abad ke-17. Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutu pemberitaannya, surat kabar dan majalah sudah merupakan kebutuhan masyarakat dkala itu. Bahkan, para pengusaha di masa itu telah meramalkan bahwa dunia pers mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan berkala dan surat kabar di Batavia.
Kendati demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar untuk memperoleh keuntungan uang. Namun, mereka telah menyadari bahwa media masa di samping sebagai alat penyampai berita kepada para pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu, dan rakyat pada umumnya. Apalagi, orang Belanda yang selalu mengutamakan betapa pentingnya arti dokumentasi, segala hal ihwal dan kabar berita yang terjadi di negeri leluhurnya maupun di negeri jajahannya, selalu disimpan untuk berbagai keperluan.
Dengan kata lain media masa di masa itu telah dipandang sebagai alat pencatat atau pendokumentasian segala peristiwa yang terjadi di negeri kita yang amat perlu diketahui oleh pemerintah pusat di Nederland maupun di Nederlandsch Indie serta orang-orang Belanda pada umumnya. Dan apabila kita membuka kembali arsip majalah dan persuratkabaran yang terbit di Indonesia antara awal abad 20 sampai masuknya Tentara Jepang, bisa kita diketahui bahwa betapa cermatnya orang Belanda dalam pendokumentasian ini.
Dalam majalah Indie, Nedelandch Indie Oud en Nieuw, Kromo Blanda, Djawa, berbagai Verslagen (Laporan) dan masih banyak lagi, telah memuat aneka berita dari mulai politik, ekonomi, sosial, sejarah, kebudayaan, seni tradisional (musik, seni rupa, sastra, bangunan, percandian, dan lain-lain) serta seribu satu macam peristiwa penting lainnya yang terjadi di negeri kita.
Pers Kaum Pribumi
Sampai akhir abad ke-19, koran atau berkala yang terbit di Batavia hanya memakai bahasa Belanda. Dan para pembacanya tentu saja masyarakat yang mengerti bahasa tersebut. Karena surat kabar di masa itu diatur pihak Binnenland Bestuur (penguasa dalam negeri), kabar beritanya boleh dikata kurang seru dan “kering”. Yang diberitakan cuma hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitas pemerintah yang monoton, kehidupan para raja, dan sultan di Jawa, sampai berita ekonomi dan kriminal.
Namun memasuki abad 20, tepatnya di tahun 1903, koran mulai menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan masyarakat mulai diberitakan. Parada Harahap, tokoh pers terkemuka, dalam bukunya “Kedudukan Pers Dalam Masjarakat” (1951) menulis, bahwa zaman menghangatnya koran ini, akibat dari adanya dicentralisatie wetgeving (aturan yang dipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar di kawasan Hindia Belanda menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada para petinggi pemerintah, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya.
Kritik semacam itu biasanya dilontarkan pada sidang-sidang umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah. Kritik dan koreksi ini kemudian dimuat di berbagai surat kabar dalam ruangan Verslaag (Laporan) agar diketahui masyarakat. Berita-berita Verslaag ini tentu saja menjadi “santapan empuk” bagi para wartawan. Berita itu kemudian telah mereka bumbui dan didramatisasi sedemikian rupa sehingga jadilah suatu berita sensasi yang menggegerkan. Namun, cara membumbui berita Verslaag semacam ini, lama-kelamaan menjadi hal biasa. Bahkan, cara-cara demikian akhirnya disukai oleh para pengelolanya karena bisa mendatangkan keuntungan dan berita sensasi memang disukai pembacanya.
Para petinggi pemerintah yang kena kritik juga tidak merasa jatuh martabatnya. Bahkan, ada yang mengubah sikapnya dan membuat kebijaksanaan baru yang menguntungkan penduduk. Keberanian menyatakan saran dan kritik ini akhirnya menular ke masyarakat. Tidak sedikit koran yang menyajikan ruangan surat pembaca yang menampung “curhat” tentang berbagai hal dari para pembacanya. Bahkan, setelah dibentuknya Volksraad (DPR buatan Belanda) pada tahun 1916, kritik yang menyerempet soal politik mulai marak.
Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya “Medan Prijaji” pada tahun 1903, sebuah surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R. M. Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Dia boleh dikata merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan
Sikapnya ini telah memengaruhi surat kabar bangsa pribumi yang terbit sesudah itu. Hal ini terbukti dari keberanian dia menulis kalimat yang tertera di bawah judul koran tersebut, Orgaan bagi bangsa jang terperintah di Hindia Olanda tempat membuka suaranja. Kata terperintah di atas konon telah membuka mata masyarakat, bahwa bangsa pribumi adalah bangsa yang dijajah. Boleh jadi Tuan Tirto terinspirasi oleh kebebasan berbicara para pembesar pemerintah tersebut di atas. Rupanya dia berpendapat, bahwa yang bebas buka suara bukan beliau-beliau saja, namun juga rakyat jelata alias kaum pribumi.
Hadirnya Medan Prijaji telah disambut hangat oleh bangsa kita, terutama kaum pergerakan yang mendambakan kebebasan mengeluarkan pendapat. Buktinya tidak lama kemudian Tjokroaminoto dari “Sarikat Islam” telah menerbitkan harian Oetoesan Hindia. Nama Samaun (golongan kiri) muncul dengan korannya yang namanya cukup revolusioner yakni Api, Halilintar dan Nyala. Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara juga telah mengeluarkan koran dengan nama yang tidak kalah galaknya, yakni Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak. Sementara itu di Padangsidempuan, Parada Harahap membuat harian Benih Merdeka dan Sinar Merdeka pada tahun 1918 dan 1922. Dan, Bung Karno pun tidak ketinggalan pula telah memimpin harian Suara Rakyat Indonesia dan Sinar Merdeka di tahun 1926. Tercatat pula nama harian Sinar Hindia yang kemudian diganti menjadi Sinar Indonesia.
Selengkapnya...
19.3.11
Pengertian Dasar Jurnalistik
Sebelum lebih jauh bicara jurnalistik, tentunya kita harus paham dulu apa yang dimaksud dengan jurnalistik. Secara harfiah, jurnalistik (journalistic) punya arti kewartawanan atau hal ihwal pemberitaan. Kata dasarnya ‘jurnal’ (jornal) yang artinya laporan atau catatan. Sedangkan dalam bahasa Prancis, ‘jurnal’ berasal dari kata ‘jour’ yang berarti ‘hari’ atau ‘catatan harian’. Sementara dalam bahasa Belanda, ‘journalistiek’ juga punya arti ‘catatan harian’.
Itu kalau dilihat secara harfiah. Lantas apa sebenarnya pengertian jurnalistik dalam perspektif umum? Berbagai kalangan memberinya definisi yang beragam. Tetapi secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yakni sebagai proses, teknik, dan ilmu.
1. Sebagai proses, jurnalistik adalah aktivitas mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (journalist).
2. Sebagai teknik, jurnalistik adalah keahlian (expertise) atau keterampilan (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah bidang kajian mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.
Secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan informasi atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat melihat adanya empat komponen dalam dunia jurnalistik: informasi, penyusunan informasi, penyebarluasan informasi, dan media massa. Tetapi sejumlah kalangan memberikan definisi berbeda-beda, antara lain sebagai berikut:
F Fraser Bond
‘Journalism ambraces all the forms in which and trough wich the news and moment on the news reach the public’. Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.
M Djen Amar
Jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar yang dihubungkan dengan proses transfer ide atau gagasan dengan bentuk suara. Inilah cikal bakal makna jurnalistik sederhana.
M. Ridwan
Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita untuki pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya. Selain bersifat ketrampilan praktis, jurnalistik merupakan seni.
Onong U Effendi
Jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja.
Adinegoro
Jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Sedang menurut Summanang, mengutarakan lebih singkat lagi, jurnalistik adalah segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan.
Roland E Wolseley
Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.
Astrid S Susanto
Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari.
Erik Hodgins
Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan.
Haris Sumadiria
Jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
AW Widjaya
Jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peritiwaatau kejadian sehari-hari yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Kustadi Suhandang
Jurnalistik adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.
Dari sekian banyak definisi tersebut, semuanya punya kesamaan umum, yakni memasukan unsur media massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas). Menurut Ensiklopedi Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada. Selengkapnya...
Itu kalau dilihat secara harfiah. Lantas apa sebenarnya pengertian jurnalistik dalam perspektif umum? Berbagai kalangan memberinya definisi yang beragam. Tetapi secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yakni sebagai proses, teknik, dan ilmu.
1. Sebagai proses, jurnalistik adalah aktivitas mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (journalist).
2. Sebagai teknik, jurnalistik adalah keahlian (expertise) atau keterampilan (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah bidang kajian mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.
Secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan informasi atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat melihat adanya empat komponen dalam dunia jurnalistik: informasi, penyusunan informasi, penyebarluasan informasi, dan media massa. Tetapi sejumlah kalangan memberikan definisi berbeda-beda, antara lain sebagai berikut:
F Fraser Bond
‘Journalism ambraces all the forms in which and trough wich the news and moment on the news reach the public’. Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.
M Djen Amar
Jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar yang dihubungkan dengan proses transfer ide atau gagasan dengan bentuk suara. Inilah cikal bakal makna jurnalistik sederhana.
M. Ridwan
Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita untuki pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya. Selain bersifat ketrampilan praktis, jurnalistik merupakan seni.
Onong U Effendi
Jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja.
Adinegoro
Jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Sedang menurut Summanang, mengutarakan lebih singkat lagi, jurnalistik adalah segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan.
Roland E Wolseley
Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.
Astrid S Susanto
Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari.
Erik Hodgins
Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan.
Haris Sumadiria
Jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
AW Widjaya
Jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peritiwaatau kejadian sehari-hari yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Kustadi Suhandang
Jurnalistik adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.
Dari sekian banyak definisi tersebut, semuanya punya kesamaan umum, yakni memasukan unsur media massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas). Menurut Ensiklopedi Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada. Selengkapnya...
17.3.11
Berita dan Informasi
Bicara jurnalistik tak mungkin bisa dilepaskan dengan informasi. Karena informasi justru merupakan esensi dari jurnalistik. Dalam pemahaman sehari-hari, informasi adalah pesan, ide, laporan, keterangan, atau juga pemikiran. Nah, informasi itulah yang dalam dunia jurnalistik dikenal sebagai berita (news) dan opini (views).
Secara etimologi, kata berita berasal dari bahasa sansekerta ‘Vrit’, dalam bahasa Inggris disebut ‘Write’, yang arti sebenarnya adalah ‘ada’ atau ‘terjadi’. Ada juga yang menyebut dengan ‘Vritta’ artinya ‘kejadian’ atau ‘yang telah terjadi’.
Sedangkan definisi berita, kalangan pakar dan juga praktisi jurnalistik memberi definisi berbeda-beda, antara lain:
Dean M. Lyle Spencer
Berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar dari pembaca.
Willard C. Bleyer
Berita adalah sesuatu yang termasa ( baru ) yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena ia dapat menarik pembaca - pembaca tersebut.
William S Maulsby
Berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.
Eric C. Hepwood
Berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting yang dapat menarik perhatian umum.
Dja’far H Assegaf
Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa ( baru ), yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah karena pentingnya, atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi – segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.
JB Wahyudi
Berita adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memilki nilai penting, menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan melalui media massa periodik.
Amak Syarifuddin
Berita adalah suatu laporan kejadian yang ditimbulkan sebagai bahan yang menarik perhatian publik media massa.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Berita berarti laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.
Dari sekian banyak definisi, bisa ditarik garis kesimpulan bahwa pada prinsipnya ada beberapa unsur penting yang harus ada dalam sebuah berita, yakni:
1. Fakta, kejadian atau peristiwa
2. Aktual
3. Menarik
4. Penting
5. Objektif
Jadi, berita adalah laporan peristiwa yang bernilai jurnalistik atau memiliki nilai berita (news values). Karena itu berita sering juga disebut informasi terbaru. Sedangkan Views (opini) adalah pandangan atau pendapat mengenai suatu masalah atau peristiwa.
Selengkapnya...
Secara etimologi, kata berita berasal dari bahasa sansekerta ‘Vrit’, dalam bahasa Inggris disebut ‘Write’, yang arti sebenarnya adalah ‘ada’ atau ‘terjadi’. Ada juga yang menyebut dengan ‘Vritta’ artinya ‘kejadian’ atau ‘yang telah terjadi’.
Sedangkan definisi berita, kalangan pakar dan juga praktisi jurnalistik memberi definisi berbeda-beda, antara lain:
Dean M. Lyle Spencer
Berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar dari pembaca.
Willard C. Bleyer
Berita adalah sesuatu yang termasa ( baru ) yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena ia dapat menarik pembaca - pembaca tersebut.
William S Maulsby
Berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.
Eric C. Hepwood
Berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting yang dapat menarik perhatian umum.
Dja’far H Assegaf
Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa ( baru ), yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah karena pentingnya, atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi – segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.
JB Wahyudi
Berita adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memilki nilai penting, menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan melalui media massa periodik.
Amak Syarifuddin
Berita adalah suatu laporan kejadian yang ditimbulkan sebagai bahan yang menarik perhatian publik media massa.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Berita berarti laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.
Dari sekian banyak definisi, bisa ditarik garis kesimpulan bahwa pada prinsipnya ada beberapa unsur penting yang harus ada dalam sebuah berita, yakni:
1. Fakta, kejadian atau peristiwa
2. Aktual
3. Menarik
4. Penting
5. Objektif
Jadi, berita adalah laporan peristiwa yang bernilai jurnalistik atau memiliki nilai berita (news values). Karena itu berita sering juga disebut informasi terbaru. Sedangkan Views (opini) adalah pandangan atau pendapat mengenai suatu masalah atau peristiwa.
Selengkapnya...
13.3.11
Ragam dan Jenis Berita
Meski esesnsinya sama, namun dalam penerapannya terdapat berbagai ragam dan jenis berita. Setidaknya, ada dua hal yang menyebabkan munculnya klasifikasi berita. Pertama, berdasarkan bentuk tulisannya, dan kedua adalah berdasarkan bentuk kejadiannya.
Ragam berita berdasarkan bentuk penulisannya adalah sebagai berikut:
1. Straight News
Adalah berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini. Nah berita Straight News juga terbagi menjadi dua macam :
2. Depth News
Adalah berita yang ditulis secara lengkap dan mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.
3. Investigation News
Merupakan berita yang penulisan dan penggalian datanya dikembangkan melalui penelitian atau penyelidikan terhadap suatu fakta, kejadian, atau peristiwa dari berbagai sumber.
4. Interpretative News
Adalah berita yang penulisannya dikembangkan dengan pendapat atau penelitian penulisnya/reporter.
5. Opininion News
Adalah berita yang isinya hampir keseluruhan adalah pendapat dan analisa seseorang. Biasanya penulisnya adalah para cendekiawan, sarjana, ahli, atau pejabat, mengenai suatu hal atau peristiwa.
Sedangkan ragam berita berdasarkan materi atau isi pemberitaan bisa diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Berdasarkan Sifat kejadian
Ada empat jenis berita berdasarkan sifat kejadian, yaitu:
2) Berdasarkan masalah yang dicakup
Berita jenis ini biasanya berkaitan dengan aspek kehidupan masyarakat. Secara umum, terdapat empat aspek kehidupan manusia, yaitu: aspek sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Tetapi, seiring dengan perkembangan masyarakat, keempat aspek ini terasa tidak memadai lagi. Ia perlu dipecah lagi menjadi berbagai aspek. Karena itu, tidak ada salahnya menggolongkan jenis berita berdasarkan masalah yang dicakup menurut jumlah kementrian yang ada di pemerintahan misalnya. Misalnya berita dalam negeri, luar negeri, ekonomi, bufaya, agama, dan sebagainya.
3) Berdasarkan lingkup berita
Yang dimaksud dengan lingkup pemberitaan adalah jangkauan materi pemberitaan. Pembagian berita dalam kategori ini biasanya menjadi empat kelompok, yakni lokal, regional, nasional, dan internasional. Sebuah berita disebut berlingkup lokal kalau peristiwa yang dilaporkannya terjadi di sebuah kabupaten dan akibatnya hanya dirasakan di daerah itu, atau paling-paling di kabupaten lain dalam propinsi yang sama. Sebuah berita disebut berlingkup nasional kalau pelaporan peristiwa yang terjadi di satu negara dapat dirasakan di negara lain.
4) Berdasarkan sifat berita
Yang dimaksud sifat berita adalah sifat materi berita. Misalnya berita yang sifatnya menghibur, mendidik, memberi tauladan, mempengaruhi, dan sebagainya. Tetapi sebagian besar sifat berita adalah informatif atau memberitahu. Selengkapnya...
Ragam berita berdasarkan bentuk penulisannya adalah sebagai berikut:
1. Straight News
Adalah berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini. Nah berita Straight News juga terbagi menjadi dua macam :
- Hard News: yakni berita yang memiliki nilai lebih dari segi aktualitas dan kepentingan atau amat penting segera diketahui pembaca, berisi informasi peristiwa khusus (special event) yang terjadi secara tiba-tiba.
- Soft News: nilai beritanya di bawah Hard News dan lebih merupakan berita pendukung.
2. Depth News
Adalah berita yang ditulis secara lengkap dan mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.
3. Investigation News
Merupakan berita yang penulisan dan penggalian datanya dikembangkan melalui penelitian atau penyelidikan terhadap suatu fakta, kejadian, atau peristiwa dari berbagai sumber.
4. Interpretative News
Adalah berita yang penulisannya dikembangkan dengan pendapat atau penelitian penulisnya/reporter.
5. Opininion News
Adalah berita yang isinya hampir keseluruhan adalah pendapat dan analisa seseorang. Biasanya penulisnya adalah para cendekiawan, sarjana, ahli, atau pejabat, mengenai suatu hal atau peristiwa.
Sedangkan ragam berita berdasarkan materi atau isi pemberitaan bisa diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Berdasarkan Sifat kejadian
Ada empat jenis berita berdasarkan sifat kejadian, yaitu:
- Berita yang sudah diduga akan terjadi. Misalnya: wawancara seorang wartawan dengan seorang artis yang tampil dalam sebuah acara.
- Berita tentang peristiwa yang terjadi mendadak. Misalnya: peristiwa kebakaran kantor sentral telepon.
- Berita tentang peristiwa yang direncanakan akan terjadi. Misalnya: peristiwa peringatan Hari Valentine setiap 14 Februari.
- Berita tentang gabungan peristiwa terduga dan tidak terduga. Misalnya: peristiwa percobaan pembunuhan seorang pejabat dalam sebuah acara peringatan hari besar.
2) Berdasarkan masalah yang dicakup
Berita jenis ini biasanya berkaitan dengan aspek kehidupan masyarakat. Secara umum, terdapat empat aspek kehidupan manusia, yaitu: aspek sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Tetapi, seiring dengan perkembangan masyarakat, keempat aspek ini terasa tidak memadai lagi. Ia perlu dipecah lagi menjadi berbagai aspek. Karena itu, tidak ada salahnya menggolongkan jenis berita berdasarkan masalah yang dicakup menurut jumlah kementrian yang ada di pemerintahan misalnya. Misalnya berita dalam negeri, luar negeri, ekonomi, bufaya, agama, dan sebagainya.
3) Berdasarkan lingkup berita
Yang dimaksud dengan lingkup pemberitaan adalah jangkauan materi pemberitaan. Pembagian berita dalam kategori ini biasanya menjadi empat kelompok, yakni lokal, regional, nasional, dan internasional. Sebuah berita disebut berlingkup lokal kalau peristiwa yang dilaporkannya terjadi di sebuah kabupaten dan akibatnya hanya dirasakan di daerah itu, atau paling-paling di kabupaten lain dalam propinsi yang sama. Sebuah berita disebut berlingkup nasional kalau pelaporan peristiwa yang terjadi di satu negara dapat dirasakan di negara lain.
4) Berdasarkan sifat berita
Yang dimaksud sifat berita adalah sifat materi berita. Misalnya berita yang sifatnya menghibur, mendidik, memberi tauladan, mempengaruhi, dan sebagainya. Tetapi sebagian besar sifat berita adalah informatif atau memberitahu. Selengkapnya...
Subscribe to:
Posts (Atom)