Menyebut kata jurnalistik, orang pasti akan mengarah pada pers, wartawan, koran, majalah, atau bentuk media lainnya. Tidak salah tentunya, karena semua itu memang merupakan bagian dari produk juranalistik era modern.
Tetapi tentu kita tidak mungkin membayangkan bahwa produk-produk jurnalistik semacam itu ada dan terwujud dalam seketika. Semuanya sudah barang tentu memerlukan proses. Lantas kapan asal mulanya jurnalistik lahir?
Secara pastinya tidak ada yang tahu. Wacana yang berkembang baik di Indonesia maupun di dunia selama ini hanyalah perkiraan semata, berdasarkan fakta-fakta sejarah yang selama ini ditemukan. Tetapi bisa saja cikal bakal jurnalistik itu sejatinya sudah ada lebih awal dari itu.
Sebagian kalangan mengaitkan lahirnya jurnalistik dengan peristiwa yang terjadi pada jaman Nabi Nuh. Bagi kalangan umat Islam, khususnya, mungkin sudah akrab dengan cerita tentang Nabi Nuh. Kala itu, di saat musim kering kerontang, Nabi Nuh memerintahkan umatnya membuat kapal berukuran besar. Ini dilakukannya atas perintah Allah.
Tentu saja tindakan ini menjadi cemoohan orang, terutama bagi non pengikutnya. Singkat cerita, setelah kapal itu selesai dibuat, ternyata turun hujan lebat yang mengakibatkan banjir besar. Dalam waktu sekejab, semua daratan berubah menjadi lautan. Entah berapa orang yang meninggal akibat banjir ini. Yang pasti Nabi Nuh beserta keluarga dan seluruh pengikutnya selamat karena kapal yang semula menjadi bahan tertawaan itu.
Banjir besar ini ternyata berlangsung cukup lama. Perbekalan yang diangkut ke dalam kapal pun tak mencukupi kebutuhan, sehingga bahaya kelaparan mulai mengancam. Dalam situasi darurat ini, Nabi Nuh menugaskan seekor burung dara ke luar kapal untuk mengetahui keadaan air dan kemungkinan adanya makanan.
Setelah beberapa hari keliling beterbangan, sang burung dara tak juga menemukan makanan. Baru belakangan sang dara melihat daun dan ranting pohon zaitun (olif) menyembul dari permukaan air. Ranting itu kemudian dipatuknya dan kemudian kembali ke kapal. Setelah menerima ranting dari sang burung, Nabi Nuh berkesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, meskipun ketinggian air masih menyelimuti seluruh permukaan daratan.
Nah, cara Nabi Nuh menggali informasi dengan menggunakan burung dara itu dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk cikal bakal aktivitas jurnalistik di dunia. Sang burung dara sebagai reporter, dan kapal Nabi Nuh sebagai markas alias kantor beritanya.
Sedangkan sebagian kalangan lainnya tak sependapat. Bagi kelompok ini, cikal bakal jurnalisme lahir pada jaman Romawi Kuno. Alasannya sistem pelaporan yang terjadi pada era kaisar Julius Caesar itu terjadi lebih nyata. Pada saat itu, sekitar tahun 60 SM, Julius Caesar membuat apa yang disebut ‘Acta Diurna’ untuk menyampaikan pengumuman kepada rakyatnya. ‘Acta Diurna’ itu yang dipasang di Forum Romanum (Stadiun Romawi) itu memuat hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya.
Pengumuman tertulis ini bebas dibaca, dikutip dan disebaurkan oleh siapa saja dan kepada siapa saja. Atas dasar inilah sebagian besar kalangan menganggap era Julius Caesar sebagai awal kelahiran jurnalisme.
Jurnalitik sendiri berasal dari kata “Journal” atau “Du jour” yang berarti hari, di mana segala berita atau warta yang terjadi dalam sehari itu dimuat dalam lembar tulisan. Seiring dengan perkembangan teknologi dengan adanya penemuan kertas dan mesin cetak, maka lahirlah surat kabar. Demikian seterusnya, ketika media elektronik ditemukan, maka penyampaian berita juga dilakukan melalui radio dan selanjutnya juga televisi.
Kini, perkembangan jurnalistik sudah sedemikian pesat. Media penyevaran berita sudah semakin beraneka ragam. Nyaris semua sarana teknologi komunikasi telah menjadi media penyampaian berita.
informasi yang sangat menarik trimakasih
ReplyDeleteMotoGP